Wednesday, May 12, 2010

UU Lalin Berpotensi Gagal

Implementasi Undang Undang No 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
(LLAJ) berpotensi gagal. Kegagalan akan berbuah ketidaknyamanan lalu lintas
jalan yang bahkan berdampak luas. Mulai dari kerugian finansial akibat
pemborosan energi bahan bakar minyak (BBM) hingga kecelakaan lalu lintas
jalan.

"Faktor penyebab kegagalan di antaranya adalah ketidakkonsistenan petugas
keamanan di jalan untuk menegakkan aturan," tutur Rio Octaviano, ketua Road
Safety Association (RSA), di Jakarta, Selasa (11/5).

Ia mencontohkan, tidak konsistennya penegak hukum atas peraturan kewajiban
menyalakan lampu utama oleh para pengendara sepeda motor atau larangan untuk
tidak boleh menggunakan bahu jalan untuk mendahului.

Faktor lain adalah masih rendahnya kedisiplinan masyarakat dalam berlalu
lintas di jalan. "Masih banyak mentalitas mencari jalan pintas sehingga
lihat saja ada yang menerbas lampu merah atau sepeda motor melintas di
trotoar, hanya demi mengejar waktu," tegas Rio.

Rendahnya disiplin pengguna jalan hampir menyerang seluruh moda
transportasi. Mulai dari pengendara sepeda motor, mobil pribadi, hingga
pengemudi angkutan umum. "Sudah demikian rumit, karena itu butuh ketegasan
aparat penegak hukum untuk membuat lalu lintas menjadi nyaman, aman, dan
selamat," harap dia.

Ketidaknyamanan lalu lintas jalan sudah meminta ratusan ribu korban jiwa.
"Hingga saat ini, setidaknya sudah lebih dari 218 ribu korban jiwa dan
ratusan ribu lainnya korban luka ringan dan luka berat," tambah Edo
Rusyanto, ketua Divisi Litbang RSA.

Ia menuturkan, dampak kecelakaan terhadap para keluarga korban juga amat
signifikan. Keluarga yang ditinggalkan bakal memikul beban ekonomi yang
lebih berat, terlebih jika sang korban adalah tiang ekonomi keluarga. "Di
sisi lain, biaya untuk pengobatan di rumah sakit tidaklah ringan," kata Edo.

Aturan Pelaksana

Menurut Rio, ada aspek lain yang memungkinkan UU No 22/2009 berpotensi gagal
di lapangan. "Perlu aturan pelaksana yang jelas dan sosialisasi yang massif
agar masyarakat memahami aturan lalu lintas jalan," tegas Rio.

Dia mencontohkan, pentingnya aturan yang detail mengenai berapa decibel
tingkat kebisingan yang dimaksud dalam UU No 22/2009. Lalu, kata dia, perlu
dipertegas aturan mengenai konvoi kendaraan di jalan. "Selain harus jelas,
libatkan suara masyarakat pengguna jalan dalam penyusunan peraturan
pelaksana UU tersebut," harap Rio.

Tanpa melibatkan suara pengguna jalan, tegas dia, aturan yang dibuat
pemerintah bakal tidak efektif. Potensi benturan bakal terbuka luas.
Repotnya, kata Rio, benturan itu bisa antara pengguna jalan atau dengan
aparat penegak hukum di jalan.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Menteri Perhubungan (Menhub) Freddy
Numberi menyatakan, pemerintah akan merampungkan peraturan pemerintah (PP)
untuk UU No 22/2009 sebelum Juni 2010. Aturan pelaksana itu menjadi
strategis untuk menopang implementasi UU tersebut agar berjalan mulus untuk
mewujudkan lalu lintas yang aman, nyaman, dan selamat. (*)

No comments:

Post a Comment

INFO MEDIA

INFO GEMPA

Pesan Anda